Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengeluarkan anggaran yang begitu besar untuk menjalankan kurikulum baru. Dikutip dari Okezone.com, salah satu anggaran yang disediakan adalah untuk pengadaan buku yang mencapai Rp 10 triliun. Namun, dana untuk pelatihan guru tidak
dianggarkan.
Rasanya kurang seimbang. Pemerintah terlalu mengutamakan fasilitas-fasilitas saja tanpa memperkaya sumber daya manusia. Sudah begitu, dana sebesar itu hanya untuk buku. Di era modern ini, tidak cukup jika hanya mengandalkan buku.
Solusinya sudah jelas. Lebih baik jika besarnya dana yang membelalakkan mata itu dialokasikan untuk memeratakan pendirian tower-tower komunikasi. Diharapkan sinyal akan mudah dijangkau hingga perbatasan antar negara sekalipun. Sehingga dari Sabang sampai Merauke, dari Timor sampai ke Talaud, kita bisa mengakses internet. Beribu-ribu buku yang sebelumnya menjadi objek penganggaran dana sebesar 10 triliun dijadikan e-book yang kemudian didistribusikan melalui e-mail ke seluruh Indonesia. Keuntungan lain : penghematan kertas.
Rasanya kurang seimbang. Pemerintah terlalu mengutamakan fasilitas-fasilitas saja tanpa memperkaya sumber daya manusia. Sudah begitu, dana sebesar itu hanya untuk buku. Di era modern ini, tidak cukup jika hanya mengandalkan buku.
![]() |
Anggaran terlalu banyak untuk buku bertumpuk-tumpuk |
Peralihan dari metode tradisional yang klasik menuju sistem modern dengan teknologi menuntut respon positif dari pelaku pendidikan. Di sini guru yang disorot sebagai pihak yang paling bertanggungjawab. Kurangnya pemahaman guru akan teknologi informasi sedikit
banyak menghambat proses pembelajaran. Banyak ditemukan terutama di pedesaan, murid jauh lebih paham terhadap internet daripada gurunya. Padahal lebih baik andai mereka memanfaatkan internet secara optimal di bidang pendidikan, dengan bimbingan guru. Kalau tidak, bisa-bisa salah jalur. Contohnya saja seperti yang marak terjadi, pelajar menjadi korban penyalahgunaan internet. Jika guru gagap teknologi (gaptek), pendidikan Indonesia akan terus-menerus stagnan.
Solusinya sudah jelas. Lebih baik jika besarnya dana yang membelalakkan mata itu dialokasikan untuk memeratakan pendirian tower-tower komunikasi. Diharapkan sinyal akan mudah dijangkau hingga perbatasan antar negara sekalipun. Sehingga dari Sabang sampai Merauke, dari Timor sampai ke Talaud, kita bisa mengakses internet. Beribu-ribu buku yang sebelumnya menjadi objek penganggaran dana sebesar 10 triliun dijadikan e-book yang kemudian didistribusikan melalui e-mail ke seluruh Indonesia. Keuntungan lain : penghematan kertas.
Setelah pengalokasian dana untuk internet, adakanlah pelatihan-pelatihan bagi guru-guru. Guru pun tidak boleh berpemikiran kuno. “Long Life Learning”. Waktu terus berjalan, zaman juga senantiasa
berganti. Jika pemikiran tidak mengikuti, akibatnya guru-guru gaptek akan terus
ada. Hal itu tidak sepantasnya terjadi. Semua usaha itu tidak lain tidak bukan
adalah untuk meningkatkan pendidikan bangsa. Dengan sumber daya yang lengkap,
niscaya proses pembelajaran akan berhasil sedikit demi sedikit.
Sepuluh triliun rupiah terdengar begitu mahal. Maka dari itu pengalokasiannya tidak boleh salah jalan. Memang rumit membayangan langkah-langkah penganggaran dana di atas. Namun lebih baik dimulai sekarang daripada menunggu nanti yang tak berbatas waktu.
0 comments:
Post a Comment
Budayakan berkomentar kawan. Terima Kasih. :)